1982

01 Gilimanuk, Goresan Pena, Gilimanuk, Minggu, 25 Juli 1982

02 Sirnapada, Sarasilah, Wendover Court, London, 1982

03 Pulau Seram,  Sarasilah, Wendover Court, London, 1982

04 Minahasa,  Sarasilah, Wendover Court, London, 1982

05 Nenenda, Sarasilah, Wendover Court, London, 1982

 

===============================================================

 

01 Gilimanuk

Hiruk pikuk berdesakan manusia

Terhimpit di antara keranjang dagangan

Saling menawar riuh rendah

Hidupkan suasana pasar pelabuhan

 

Bau pasar di Gilimanuk

Merasuk menyentak rasa di dada

Ramai pasar di Gilimanuk

Merangsang terpa gendang telinga

 

Deru deram bis menggema di udara siang

Sewaktu kapal merapat di dermaga

Anak-anak kecil hitam legam berotot

Terjun mengejar lemparan uang penumpang

 

Air laut beriak dan suasana teriakan

Gelumuti kelana khayalan

Lambungkan sukma dalam suasana

Hingga perlahan Gilimanuk menjauh

Pantai pulau Dewata tampak memudar!

(Goresan Pena) (H1/25/07/1982)

[Back]

 

 

 

02 Sirnapada

Dari ketinggian nampak menghampar

Bumi manusia dan sejarah hidupnya

Tersamar diselubung kabut putih

Jarak pemisah kedua dunia

 

Di atas sana nampak Sirnapada

Tempat bagi yang telah pergi

Yang wujudnya tak nampak kini

Dan suaranyapun mengabur punah

Pada janji sabda Sang Guru

Tersandar keselamatan mereka

Yang telah berlalu ke alam sana

Dihantar doa selamat para kerabat

 

Dalam kenangan kan tetap hidup

Pribadi dan kisah para leluhur

Tak musnah tersapu bagai debu sejarah

Ataupun punah terbawa tuanya masa

(Sarasilah) (1982)

[Back]


 

 

03 Pulau Seram

Di Timur Sulawesi, diapit laut Seram dan laut Banda

Kepulauan Maluku tersebar

Indah mungil bagai ratna mutu manikam

Tersusun di antara angin dan ombak badai

Di kala mentari pagi perlahan naik

Bersinar megah di angkasa biru

Pantai pasir putih nampak bagai kilatan perak

Para nelayan berbondong tuju lautan

Tuk cari nafkah bagi anak istri

Di kala mentari sore tenggelam di Barat

Burung-burung laut terbang kitari pantai berkarang

Sampan-sampan kecil labuhkan sauh

Dan para nelayan pulang ke rumah

Ah indahnya Maluku Selatan …

Pulau Buru nan membulat bagai seekor penyu

Pulau Ambon nan mungil bagai daun terdampar

Pulau Seram nan memanjang hadapi tamparan ombak

 

Nusa Seram … Nusa  Seram

Berpantai sempit nan penuh rawa

Di mana daun-daun bakau jangkau air laut

Sungai-sungai kecilmu berkelok mengalir

Bermata air di dataran tinggi pulau

Gunung Biniya menjulang perkasa

Berhutan rimbun nan melebat menghijau

Rakyatnya makan sagu dan ikan laut

Berbicara dalam puluhan dialek

Di sana Kristen, Islam dan Alifuru hidup

Jiwai semangat para penduduk

Di Amahai, Bula dan Piru

Orang Seram dan luar berdagang bertukar barang

Di sana, di Seram, leluhurku dulu hidup

Di sana pula mereka terbaring dalam istirahat panjang

Pulauku pulau nan jelita

Terima salamku, kekasih hati

 

Dari kota Piru marga Pieroelie datang

Dan kembangkan turunannya di pulau Jawa

Leluhurku mungkin seorang nelayan

Yang setiap pagi layari teluk Piru

Tuk tangkap ikan di selat Manipa dan laut Banda

Tersebut sumpah keluarga Pieroelie

Yang pantangkan tuk makan ikan cucut

Menurut ceritera keluarga yang masih diingat

Di suatu hari leluhur kami sampannya terkena badai

Ia terlempar ke laut dan sangka kan binasa

Tapi terpegang olehnya seekor ikan cucut

Lalu bersama mereka terdampar di darat

Maka diucapkannya sumpah:

Keluarga Pieroelie tak akan makan ikan cucut

 

Sejarah tak ceritakan jelas

Karena banyak kenangan kini telah hilang

Terbawa ke kubur para nenek moyang kami

Hanya bisik-sisik kabur terdengar di pintasan angin lalu

Dan kata sepatah dua patah

Yang bermunculan di sana-sini

Tak nyata, tak jelas, karena tuanya ingatan

Yang menjadi samar, tersendat-sendat

Dimakan jaman, diauskan usia

(Sarasilah) (1982)

[Back]

 

 

04 Minahasa

Remang senja menghampar Minahasa

Terdengar panggilan merdu burung Manguni

Yang ingatkan desa leluhur pada kami

Dan bangkitkan kenangan pada sejarah lama

Tanah pusaka Toar dan Lumimu'ut

Nan berhias gunung-gunung hijau

Berdataran subur sejak masa lampau

Di keliling deburan ombak laut

Di sana terletak waruga Dotu Supit

Berdiri kukuh menyatu jiwa di buaian malam

Sejak lama menjadi lambang marga

Terbaring pula di makamnya Yosephus Supit

Dekat air danau nan hijau kelam

Pandanglah, pandang Minahasa,

Kampung halaman keluarga

(Sarasilah) (1982)

[Back]

 

 

 

05 Nenenda

Baginya hidup keras penuh juang

Terhias pahit getir kesedihan

Dan pedasnya perlakuan

Ditinggal ayah-bunda sewaktu kecil

Direnggut darinya cinta nan sejati

Ia keras ditempa kejamnya dunia

Ia tahan karena adanya kemauan

Namun pribadinya semanis madu

Banyak berkawan, banyak menolong

Tawanya menggema di puluhan ruangan

Terpantul di relung-relung hati para kerabat

Merdu nyanyinya penuhi gedung gereja

Dan ajarannya bentuk pribadi keturunannya

Kekasih yang dingin dan kaku

Tak susahkan hatinya

Kehadiran para madu sedihkan

Namun tak hancur luluhkan jiwanya

Dengan semangat baja dibimbingnya

Putra-putrinya jadi dewasa

Dengan kasih nan berselubung ketegasan

Dituntunnya banyak pribadi …..

Nenenda, terimalah hormat kami!

(Sarasilah) (1982)

[Back]

 

 

[BeN Poetica] -[Puisi Bebas] 

 

 Copyright©soneta.org 2004  
 For problems or questions regarding this web contact
[admin@soneta.org] 
Last updated: 08/06/2015