1976

01 Masa Berlalu,Goresan Pena, Cheltenham, Worcestershire, Senin, 19 Januari 1976

02 Air Nona,Cerita Rakyat, Cheltenham, Worcestershire, Kamis, 5 Februari 1976

03 Kereta Dewa, Goresan Pena, Cheltenham, Worcestershire, Kamis, 1 April 1976

 

**********************************************************************************

 

01 Masa Berlalu

Ketika gadis itu

Datang mendekat pada diriku

Ku hanya pikir tentang cinta

Persahabatan dan keriangan

Yang ia dapat berikan

Dialah itu kekasihku

 

Keriangan, persahabatan, dan cinta!

 

Altar baru kudirikan bagi dirinya

Seorang dewi tanpa kekuasaan

Pemujaan berlangsung di malam panjang

Dalam ciuman dan percakapan sayang

Dengan kekasihku yang luar biasa

 

Sang Dewi surga itu bersamaku

Tanpa kekuasaan menguasaiku

Kupuja dirinya dengan hormat

 

Dosaku adalah merajuk

Dan nasihatnya perintah

 

Kemudian datang masa gelap

Dalam sekejap ia pergi dari sisiku

 

Tapi peribahanku tak lalu hilang

Dia itu kekal! Kataku

Kukenang dengan setiaku

Ia adalah bunga mawarku

Dan sajak-sajakku memuja

Ia yang pernah ada

Dan masih ada jauh di sana

Hingga tibalah masanya

Aku bertemu lagi dengan dewiku

O Sayangku! Kataku

Kedewataanmu telah hilang!

Ya! Rupanya masa telah berganti

 

Kuhancurkan altar pemujaanku

Kumusnahkan upacara kasih

Juga kewibawaan dan keagungan

Dari masa yang telah lalu

 

Ia bukan hanya milikku

Ia juga kepunyaan orang lain

Ia sama juga seperti aku!

(Goresan Pena) (H2/19/01/1976)

[Back]

 

 

 

02 Air Nona

Di pangkuan Bunda Indonesia

Terletak Timor, anak yang perkasa

Dan di antara batu-batu karang

Mutiara di tepi laut … Kupang

Kota nelayan … kota gereja-gereja

 

Di masa lalu yang tak tenang

Terjadi cerita yang tak hilang

Menembus kesuraman sejarah

Teguh dikenang tanpa tuah

 

Di tanah Timor di Timur sana

Di antara pohon-pohon rindang hijau

Gemerlapan air kemilau

Kolam jernih tak luas

Di kesegaran cuaca tak buas

Tempat kisah seorang putri terjadi

 

Gadis jelita berdiri di sejuk pagi

Tatap rakyat ayahnya bekerja

Menebang kayu membangun desa

Gadis Jelita tersenyum di sejuk pagi

Penduduk sibuk di pagi dingin

Ibu-ibu menggendong para bayi

Dan para pria menyusun pagar tepi

Sementara anak-anak kecil

geliat malas tak ingin terbangun

 

Di sanalah gadis berdiam

Cantik, tak bercela, terhormat

Di antara pohon-pohon kayu

Yang hanya diam menjulang

Gadis melangkah di tanah ayahnya

Dan olehnya terlihat

 

Ah gadis yang malang

Matamu jalang

Dan cintamu terlalu lekas datang

 

Pemuda yang tampan tersenyum

Dekatkan dirinya pada tubuh jelita

Yang malu, takut, tapi penuh bara cinta

Gadis memberikan cinta dan tubuhnya

Terbaring berpelukan di kesejukan pagi

Gadis … Pemuda … tak berbaju

Penuh kejalangan nafsu

 

Gadis adalah cinta, pemuda laki-laki

O Kegadisan yang hilang

Di antara kata-kata cinta palsu pria

Dan terhimpit kejantanan nafsu

Terbaring tubuh telanjang

Dengan air mata, sesal, tapi juga cinta

Terselubung rasa malu

 

Pemuda, pemuda celaka

Kau rayu, kau ambil, lalu kau

Hempaskan dengan tega

Kau pria yang nista!

 

Lalu kata sang ayah: Kau putri tercela!

Dan sang ibu marah: Kau yang terhina!

Suara rakyatpun bertanya:

Kau langgar adat, mengapa?

Gadis menangis di kehamilannya

Pemuda tak datang, ah pemuda celaka

Yang lain bilang gadis salah

 

O Ibu bumi telanlah aku

 

Tangis gadis itu merintih

Biarlah hilang aku dari pangkuanmu

 

Dan ibu bumi rekahkan tubuhnya

Telan tubuh jelita gadis

Kedalam mata air, jauh ke perut bumi

Putri pelanggar adat itu sirna

Di antara golak mata air yang baru

Namanya Air Nona!

(Cerita Rakyat) (H5/05/02/1976)

[Back]

 

 

 

03 Kereta Dewa

Ketika aku sendiri

Mencari bahagia di lembah sunyi

Pada senja menjelang

Di kala Sang Surya hampir tenggelam

Waktu itu melintas di angkasa biru

Kereta para Dewa!

 

Badai yang kencang melanda

Diiringi keganasan cerita

 

Aku jatuh di kegelapan malam

Ke jurang kenistaan yang kelam

Di antara dupa kemenyan

Dan cerita-cerita bayangan

 

Aku berdiri tegak menantang

Kuasa dewa-dewa yang tak diundang

Yang memandang rendah akan diriku

Dan menaruh kakinya di kepalaku

 

Seperti YHWH Yang Maha Kuasa

Mengirim malaikatNya pada Yesaya

Dan melekatkan besi panas

Pada bibirnya

 

Kereta Sang Dewa

Melaju ke arahku dari angkasa

Melindas dan menghancurkan

Tembok-tembok pertahananku

Sang Dewa menangkapku

Lalu diangkatnya tongkat jahanam

Dan diucapkannya doa berbisa

Diiringi nyanyian dewi-dewi neraka:

Hai kuasa persentuhan iblis

Yang beragam dan berjenis

Datang dan rantai hambaku

Taklukkan dia bagiku

Biarlah kuasa kegelapan

Berada di atasnya selalu

 

Kucoba bebaskan tubuhku

Tapi aku tak kuasa bergerak

 

Kurasa tubuhku melayang

Di surga yang cemerlang

Di antara pohon-pohon kehidupan

Yang kurasa tumbuh

Di alam ketidak-wajaran

Aku tersiksa

Oleh tubuhku yang binasa

Terhantam palu godam

Dan mantra-mantra jahanam

 

Lalu atas perintah Sang Dewa

Yang berdiri di keretanya

Didampingi putra-putri

Dia yang perkasa, iblis sendiri

Kuhina undang-undang kitab suci

Dan baptisan penyerahan diri

 

Aku jatuh dan dikalahkan

Tapi aku tetap melawan

 

Sang Dewa tegak di keretanya

Dikelilingi malaikat-malaikat dunia

Jaya! Perkasa! Gemuruh di angkasa

Pangeran api, pangeran cahaya

 

Yesus yang lembut dan manis

Dan menunggang keledai

Berjubah tipis halus

Dengan kelima stigmataNya

Dan seluruh kuasa surga

Putra Allah, Anak Manusia

 

Aku hamba Yesus yang hina

Dan pendosa yang baik

Berdiri di antara mereka

Di pihak Yesus yang berkuasa

Berjuang melawan

Kereta Sang Dewa

 

Ya Allah! Ya Tuhanku!

(Goresan Pena) (H5/01/04/1976)

[Back]

 

 

[BeN Poetica] -[Puisi Bebas] 

 

Pengelola Baktinendra Prawiro, Retno Kintoko

Pengelola Baktinendra Prawiro, Retno Kintoko