SUATU HARI DI CITAMAN

 

***************************************************************************************************************************

   

   

   

   

   

    

    

 

Awal Cerita

Ada sebuah rumah yang sudah dalam keadaan rusak,

Genting-gentingnya berjatuhan di sana-sini

Lalu seorang wanita yang rambutnya disanggul tinggi,

Mengenakan baju putih berkerah lebar,

Dan berselempang merah dengan hiasan tiga buah bunga matahari

Di sekelilingnya banyak tumbuh-tumbuhan berwarna ungu,

Yang kelihatannya seperti anggrek

Di sana-sini juga nampak pecahan-pecahan keramik,

Bahkan satu guci putih yang tangkainya patah

Kemudian terlihat banyak burung merpati beterbangan dan berhinggapan,

Tangan wanita tadi menunjuk kepada burung-burung itu

Agak di sebelah kiri, kearah air terjun, terlihat tebing yang berumput hijau

Setelah itu terlihat pohon-pohon kecubung,

Yang katanya bisa digunakan sebagai obat sesak nafas

Akhirnya nampak kembali wanita yang semula,

Dan sekarang terlihat ia tidak mengenakan alas kaki

Ia duduk bertopang dagu, memandangi dua ekor burung merpati

Yang bertengger di dahan pohon kecubung

 

Kokolot Lima: Yang Pertama

Sebatang tonggak kayu tegak berdiri dengan sangat kokoh

Pada batangnya terlihat tali tambang yang melilit kuat dan banyak jumlahnya

Semuanya menghubungkan tonggak kayu itu dengan tebing-tebing di sekitarnya

Mungkin tonggak kayu, mungkin juga tebing-tebing kayu di sekitarnya

Yang menjadi sumber kekokohannya

Atau barangkali keduanya saling mengokohkan dan menguatkan,

Tentang hal yang mana kuranglah jelas

Lalu terlihat sebuah keris tua berkarat

Diiikuti kedatangan wanita mulia yang semula

Katanya kepada yang sedang menatapnya:

Berhati-hatilah dengan benda ini!

Lalu bersamaan dengan air kali mengalir, menandakan … 

 

Kokolot Lima: Yang Kedua

Berdiri di atas batu, berselimutkan kain sarung

Rambut dan bajunya berkibar-kibar ditiup angin

Bunga-bunga matahari berguguran, katuh ke kali dan hanyut dibawa air

Dipandangi oleh ia yang berdiri dalam kesepian dan kedinginan itu

 

Kokolot Lima: Yang Ketiga

Ia tersenyum dengan rasa kagum, memandangi alam di sekitarnya

Tertawa-tawa gembira memandangi bukit-bukit di sekekeliling

Tidur terlentang di atas batu, dengan hati senang menikmati segalanya

Wanita berselempang merah yang tadi telah datang memandanginya

Seakan-akan berkata: Janganlah tertawa-tawa dan membuat kegaduhan di sini!

 

Kokolot Lima: Yang Keempat

Terlihat dia di tempat itu membakar kayu, membuat api unggun

Gumpalan asap naik dan menyelimuti tubuhnya

Akhirnya ia merasa sesak, tidak dapat bernafas,

Tercekik asap tebal yang mengungkungnya

Maka dengan segera ia keluar dari gumpalan asap tebal itu,

Lalu berdiri membelakanginya

Ditaruhnya sikunya di atas batu,

Dan dibaringkannya kepalanya pada lengannya

Ia sesak nafas … sementara daun kering terapung dibawa air

Berputar-putar di batu menjorok, dekat kepalanya

Kemudian terbawa hanyut air kali hingga menjauh

 

Kokolot Lima: Yang Kelima

Ia datang membawa segulung tali tambang

Melihat-lihat dan berteriak kesana-kemari

Lalu mulutnya ditempatkan untuk menampung

Tetesan air dari atas gua

Dibasahinya tangannya, dan kemudian kepalanya

Ditaruhnya lagi kedua tangannya di mulut,

Dan kembali memanggil kesana-kemari

Nampaknya ia kebingungan,

Akan tetapi kelihatannya tetap dapat menahan diri

Lalu terlihat ia memberi sebuah buku kepada ketua (?)

Dan memintanya membuat catatan-catatan

Setelah itu … guguran bunga matahari

Hanyut dibawa arus air kali

 

Pribadi Luhur

Pertama-tama diajukan sebuah pandangan,

Sebagai bahan untuk membuat cerita

Masa lalu, masa kini dan masa depan dipertimbangkan

Dengan segala peristiwanya

Lalu ketiganya dijadikan satu,

Bertemu dan melebur dalam kekinian waktu yang abadi

Hingga kemudian terciptalah gambaran-gambaran,

Yang kemudian menjadi pokok-pokok pikiran

Ketika sosok tinggi besar dan gagah perkasa muncul

Mengenakan surjan dan tutup kepala kuno

Wanita berselempang merah menepikan diri

Dan dengan rasa hormat menundukkan kepalanya

Orang itu nampak berwibawa, mungkin karena darahnya luhur

Ia diikuti oleh sembilan orang prajurit perkasa

Yang semuanya juga gagah dan cakap

Delapan orang menggotong sebuah peti berisi piala

Yang seorang membawa pedang, mengawal di belakangnya

 

Amanat Luhur

Peti tidak boleh ditaruh di tanah, dan harus tetap dipikul

Bahkan hingga tibanya pagi hari

Orang agung yang memimpin terlihat menunjuk ke tanah

Ia mencoret-coret dan menulis-nulis di tanah itu

Seolah-olah membuat rancangan atau rencana

Sekali-sekali ia menoleh kepada sembilan orang di belakangnya

Mengisyaratkan bahwa peti itu harus tetap digotong

Kemudian wanita berselempang merah menunjuk

Kearah keris berkarat yang tergeletak di tanah

Dengan tongkatnya orang agung itu mencungkilnya

Dan membuangnya dengan satu hentakan

Ketika itu muncul Soma Praja dan berkata:

Keris ini harus dibuang, sebab berbahaya kalau kena kaki!

Selanjutnya terlihat banyak orang mengitari

Beberapa di antaranya juga orang yang telah dikenal

Mereka semua menonton, terpesona kagum

Oleh sosok gagah orang agung itu

Yang pada dadanya tergantung rantai arloji

Dan kakinya mengenakan sandal dari kulit macan

Kemudian ia menuju ke gua dan duduk di situ

Kedua tangannya ditadahkan menunggu tetesan air

Sementara air kali mengalir di antara batu-batuan

 

Ketiga Panji

Seorang rama, seorang resi dan seorang ratu menciptakan gambaran

Ketiganya berdiri, masing-masing memegang sebuah tiang bendera

Sedang kedua bendera di belakang mereka tegak tanpa ada yang memegang

Dalam kegelapan, samara-samar terlihat ketiga panji yang dipegang teguh

Diterangi cahaya, perpaduan warnanya indah dan mengesankan

Suasana terasa semakin tenang, di saat ketiga pemegang panji

Saling memandang, lalu tersenyum memberi tanda

Mereka mengangkat tangan kiri, sementara tangan kanan memegang panji

Rama, resi dan ratu sekarang mengibarkan satu panji

Karena pikiran mereka sekarang telah menjadi satu

Sinar semakin terang, mereka bertiga memakai jubah panjang

Warna jubahnya putih kekuning-kuningan

Bunga matahari dan kecubung ungu mengitari mereka bertiga

Rumput muda yang lebat, hijau dan segar menambah semaraknya suasana

Seluruh pemandangan kini menjadi indah dan cerah

Karang Citaman 

Dahulu di sana ada peninggalan yang tua umurnya

Dan di sana sering dijadikan orang tempat bersamadi

Bukan hanya orang setempat yang datang ke tempat ini

Tetapi dari luar daerahpun banyak yang berdatangan

Di sana mereka mencari ilmu untuk menjaga diri

Ilmu berlambangkan padi yang berasal dari trah Pasundan 

Yang nantinya akan digunakan untuk menjaga diri

Dari para penjahat, penjajah dan penindas yang mengancam

Tetapi kemudian datanglah mereka yang bertujuan salah

Mereka yang berguru karena ingin melarikan diri

Dari tantangan hidup, ya mereka itulah orang yang nista

Karena ingin mencari kekayaan dengan tidak wajar

Bahkan dengan niat untuk menyalah-gunakannya

Sebab itulah timbul keangkara-murkaan

Dan kekejaman hati yang cenderung merusak

Maka dua ratus dua puluh dua tahun yang lalu

Air bah yang besar datang melanda dari arah hulu

Memusnahkan dan melebur segala-sesuatu yang ada

Sehingga akhirnya tempat itupun ditinggalkan orang

………………………………………………………

Di sana ada pecahan-pecahan keramik

Ada yang berhiaskan gambar burung bangau

Pada sebuah guci tua tua yang tangkainya telah lepas

Terlihat gambar seekor gajah dan bunga-bungaan

……………………………………………………

Semua yang lama sudah dibersihkan banjir besar

Maka kini diganti hanya dengan yang baru saja

Kejahatan dan penyalah-gunaan karunia

Memang harus tetap berada dalam keadaan musnah

Jangan sampai mencontoh keburukan yang pernah terjadi

Tetapi gunakanlah ketenangan yang ada …

Harapan yang baik dari masa lalu … untuk diwarisi

Karena mereka yang baikpun mengutuk … yang jahat

Karena itu hendaklah memelihara kewaspadaan

(1989) 

[Back]

 

 

[Ben Poetica]

COLDA Air Minum Sehat               COLDA Mineral Spring Water              Sumber Air Pegunungan diproses secara Higienis      *** COLDA ***

 

Air Minum_C O L D A_ Air Minum 

Mineral Drinking Water

Hubungi Customer Service :

Jl. Palmarah Barat No. 353 / Blok B2 Jakarta Selatan

Phone: (62-21) 530 4843, 7062 1108

 Copyright©soneta.org 2004  
 For problems or questions regarding this web contact
[admin@soneta.org] 
Last updated: 11/28/2007