08 Sejarah Jawadwipa

***************************************************************************************************************************

   

   

   

   

   

   

Kini dengarlah pula kisah silam Jawadwipa nan terkandung dalam karya pujangga,

prasasti dan ingatan bangsa

 

Bait 01

Di Tenggara benua Asia, dalam kelompok kepulauan Nusantara

Jawadwipa terletak anggun dan perkasa

merekah gagah, pancarkan seni budaya

pahlawan masa dan ksatria budi luhur

Pantai Utaranya terima deburan ombak laut Jawa

Selat Sunda memisahkannya dan bumi Swarnadwipa di sebelah Barat

di sebelah Timur berbaris memanjang Kepulauan Nusa Tenggara

dan ombak laut Selatan, Samudra Indonesia, ramaikan Jawadwipa

Tegak menjulang barisan pegunungan di bagian tengah pulau

Gunung-gunung Gede, Pangrango, Slamet, Merapi, Merbabu,

Dieng, Bromo, Kelud dan Semeru

menjangkau  awan putih, sinarkan wahyu semangat

Dari sana mata air alirkan sungai-sungai

Citarum, Ciliwung, Bengawan Solo dan Kali Brantas

Hidupkan lembah-lembah hijau Jawadwipa

Di kala mentari pagi beranjangsana ke atas dunia

Tampak air kali coklat berbuih

mengalir tenang, suburkan petak-petak sawah

kuning padi merunduk melambai tertiup angin

hijau segar nampak hutan-hutannya

Tatkala gelap malam naungi bumi Jawadwipa

sinar perak rembulan memancar di atasnya

lalu terdengar seruan jangkrik mendesing bertingkahan

dengan paduan suara katak nan riuh rendah

Sungguh indah sang putri Nusantara, Jawadwipa

Dan amatlah tua sejarahnya

 

Bait 02

Ratusan ribu tahun yang silam

manusia Jawa hidup di dataran rendah pulau

ia dikenal dengan nama

kera yang berdiri tegak atau

Pithecantropus Erectus Mojokertoensis

berkelompok mereka hidup, berkembang biak dan berburu

bersaingan dengan binatang-binatang hutan

Lalu ribuan tahun yang telah silam

sebelum Kristus lahir, sebelum ada tarikh Saka

dari tanah Utara, di sekitar Cina Selatan, Yunnan dan Tonkin

nenek moyang bangsa Melayu tiba

dengan ratusan perahu ke Nusantara

sebagian tinggal menetap

sebagian berlayar terus ke Philipina, Madagaskar

Irian dan pulau-pulau Polynesia

Desa-desa terbentuk dengan wilayahnya

tempat masyarakat, yang bersifat kerakyatan, menetap

Alat-alat senjata dari perunggu dan besi

serta kepandaian tanah liat, menganyam dan menanam padi

memulai kebudayaan di Jawadwipa

 

Bait 03

Dalam abad pertama tarikh Masehi

datanglah orang-orang Hindu dari India

Bersama mereka, para pedagang, pendeta dan Pangeran

agama Hindu dan Buddha tibalah

Pangeran Aji Saka, yang mulia perkasa

membawa aksara Sanskrit dan Pallawa

yang di Jawadwipa lalu menjadi abjad-abjad:

 

Ha    Na    Ca   Ra    Ka

Da    Ta    Sa   Sa    La

Pa    Da    Ja   Ya    Nya

Ma    Ga    Ba   Tha   Nga

 

kala itulah sejarah agung dimulai

pada permulaan tarikh Saka

 

Bait 04

Di Jawadwipa, di masa yang telah silam

memerintah raja-raja agung yang ternama

Pertama dari para raja, Sri Baginda Punawarman

Bijaksana, adil dan pelindung rakyatnya

Penegak utama kekuasaan Tarumanegara

Dan junjungan bagian pulau sebelah Barat

Dalam abad keempat tarikh Masehi

Ia membangun pengairan sawah

dengan kanal-kanal panjang di daerah Krawang

karena mulianya digelari titisan dewa Wisnu

dalam prasasti kali Ciaruteun

Di bagian tengah Jawadwipa

dalam tahun masehi 657

tersebutlah nama kerajaan Kalingga

dan ratunya, Sima, yang adil dan jujur

Pada masa itu dibangun

candi-candi Siwa di dataran tinggi Dieng

terkenal pula waktu itu, nama Jnanabadhra

guru besar agama Buddha yang tinggi ilmunya

[Back] 

 

Bait 05

Tahun 732, Sanjaya memerintah Mataram

Di samping para raja wangsa Sailendra

banyak didirikan candi suci sebagai baktipuja

Pawon, Mendut dan Kalasan berdiri

dan atas niat raja Samarottungga

Borobudur telah berdiri, pada tahun 772

bagi keluhuran budi sang Buddha

sekitar masa itulah, yaitu dalam tahun 700

kitab nyanyian Syandracarana dituliskan

kemudian berpindahlah kuasa Sailendra wangsa

ke Swarnadwipa, di kerajaan Sriwijaya

 

Bait 06

Pada tahun 778 dibangunlah candi Siwa di Prambanan

atas perintah raja Hindu, Daksa

yang terselesaikan tahun 822

Mulai tahun 742 hingga tahun 754

Dyah Balitung yang perkasa,

            raja Mataram di Medang Kamulan

persatukan bagian Timur dan Tengah Jawadwipa

Lalu pada tahun 847, baginda Mpu Sindok

pindahkan pemerintahan ke Timur Jawadwipa

di Watu Galuh, dekat Jombang, berdiri kratonnya

Pada masa pemerintahannya, Sri Sambhara Suryawarana

menuliskan kitab Sang Hyang Kamahayanikan

 

 

Bait 07

Pada akhir abad ke 10 tarikh Masehi

Dharmawangsa memerintah dari Watan

di kaki gunung Penanggungan

ialah itu yang perintahkan agar disusun

kitab undang-undang Siwasasana bagi negerinya

Namun, pada tahun 928, dalam pesta kawin di kraton Watan

Dharmawangsa tewas karena serangan Wurawari, raja Lor Arang

keraton dibakar, keluarga raja binasa oleh pedang

disebut oleh para pujangga peristiwa itu        akhir dunia (pralaya)

 

Bait 08

Airlangga, menantu Dharmawangsa

yang ibundanya cucu Mpu Sindok dan ayahnya raja Bali

selamat dari peristiwa sedih dimalam itu

lalu disusunnya kekuatan, dipanggilnya nama Wisnu

dan dibalasnya dendam pada Sang Wurawari

Pada tahun 1037 ia memerintah di Kahuripan

di kaki gunung Penanggungan

kemudian ia berpindah ke kraton di Daha

Gelar Abiseka sang Prabu ialah:

Sri Maharaja Rakai Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa

Erlangga Anantawikrama Uttunggadewa

Pada masa bahagia itulah

ditulis karya sastra Arjuna Wiwaha dan Bhagawadgita

Sang Prabu wafat pada tahun 971

dan dua putranya yang bermusuhan memerintah

di Jenggala dan Kediri

dari hidup merekalah kisah-kisah Panji dituliskan

 

Bait 09

Sekitar masa Airlangga, yaitu tahun 1030

Jawadwipa bagian sebelah Barat

diperintah oleh raja Sri Jayabupati

yang kratonnya terletak di Galuh Pakuan

 

Bait 10

Pada tahun masehi 1135

dinobatkan di Kediri keturunan agung Airlangga

dengan gelar Abiseka

Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara

Madhusudhanawatara Anindita Suhtrasingha Parakrama Uttunggadewa

Beliau raja yang keramat dan tajam pandangnya

bagi masa-masa kemudian diucapkannya ramalan

akan nasib Jawadwipa, akan nasib bangsanya

dengan kalimat nan terselubung, arti tersembunyi

Pada tahun 1157, sebelum sang Prabu wafat

Mpu Sedah dan Mpu panuluh, menuliskan kita Bharatayudha

[Back]

 

Bait 11

Tahun 1107 saksikan penobatan raja di Kediri

yang bergelar Abiseka

Sri Maharaja Kamesware Triwikrama Awatara      Aniwariwirya Parakrama Digjaya

Uttunggadewa

Permaisurinya adalah Kirana Ratu

putri Jenggala nan ayu jelita

Pujangga agung Mpu Dharmaja

memandang raja dan ratunya, tatkala ditulisnya

kisah Dewa Kamajaya dan Ratih Dewi

dalam karya sastra nan halus merasuk

yang bernama Smaradahana

 

Bait 12

Kejayaan dan keagungan Kediri, hilang lenyap dikancah pertempuran

Di Ganter, pada tahun 1044

Sewaktu Kertajaya Dandang Gendis terkalahkan

oleh barisan Tumapel dan dahsyat Ken Arok

yang lalu menjadi yang dipertuan di tanah Jawa

dengan gelar Abiseka: Sri Rajasa Sang Amurwabhumi

Bersama permaisuri Ken Dedes, dipuja rakyat namanya

dan dimuliakan masa pemerintahannya

walau Ken Arok anak orang desa

para turunannya menjadi raja agung

Pada tahun 1127 wafatlah Ken arok

dan naik takhta putra tirinya, Anusapati

putra Ken Dedes dari suami pertamanya, Tunggul Ametung

Semangkatnya raja Anusapati; Tohjaya, putra

Ken Arok dari Ken Umang, naik takhta di Kediri

namun ia mati terbunuh oleh permupakatan

antara Seminingrat, putra Anusapati

dan Narasinghamurti, anak Mahisa Wong Ateleng,

cucu Bhatara Parameswara, cicit Ken Arok dan Ken Dedes

Semingrat lalu memerintah di Kutaraja

dengan permaisuri Waning Hyun, adik Narasinghamurti

Narasinghamurti diangkat, jadi ratu Angabhaya

Sang Prabu, gelar Abiseka Wisnuwarhana

membangun pelabuhan Canggu di sungai Brantas

Putranya, Sri Lokawijaya, dinobatkan tahun1254

dengan gelar Abiseka Sri Kertanegara

waktu itulah berganti nama Kutaraja menjadi Singasari

Ialah raja yang taat pada agama, pelindung rakyat

yang perkasa dan negarawan yang bijaksana

Pada tahun 1274 dikirimnya lasykar Singasari

dalam peristiwa Pamalayu, ke Dharmasraya, di Jambi

ditundukkannya Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa

dan padanya dianugerahkan arca Amoghapasa

sebagai lambang persahabatan

Dijalinnya pula hubungan akrab, dengan Jayasingawarman III,

penguasa negeri Campa

karena kala itu terdengar, niat maksud Khubilai Khan

agar Jawadwipa sembah bakti padanya

yang bahkan telah kirimkan duta besarnya

tuk paksa Kertanegara terima kehendak sang kaisar

Dengan marah sang Prabu mengusir utusan Tatar

dan canangkan kewibawaan Singasari

Tahun 1292 terjadi peristiwa hina yang menyedihkan

karena Jayakatwang, raja bawahan di Gelang-gelang

berkhianat menghantam sang Prabu di kratonnya

Kertanegara gugur dan berpulang ke Jinalaya

dimakamkan dengan gelar: Yang Mulia di alam Siwa-Buddha

Menantu sang prabu, Sanggramawijaya, disertai para hamba

lari dikejar musuh, hingga tiba di Madura

Arya Wiraraja lindungi ia, dan dimintakan ampun pada Jayakatwang

atas ijinnya, Wijaya membangun Majapahit, dekat Majakerta

dan dihimpunnya tentara, tuk balaskan dendam Kertanegara

 

Bait 13

Namun suatu peristiwa terjadi

Tanggal 1 Maret 1293, tahun Saka 1215

tentara bangsa Tatar berlabuh di Tuban

dipimpin Shih Pi, Kau Hsing dan Ike Mese

Berbaris berderap pasukannya masuki Jawadwipa

dan ratusan layari sungai Serayu

Dengan penuh kedahsyatan, dibantu Sanggramawijaya

diserbu dan dihalaunya lasykar Jayakatwang

kemudian Sanggramawijaya berbalik menikam

menyerbu orang-orang Tatar, kala mereka mabuk kemenangan

maka pada tanggal 24 April 1293, Saka 1215,

berlayar pulanglah balatentara Tatar

 

Bait 14

Sanggramawijaya, putra Dyah Lembu Tal, cucu Narasinghamurti

dan menantu Kartanegara

Dinobatkan pada Saka 15 kartika 1225, yaitu masehi 1303,

dengan gelar Abiseka: Sri Kertarajasa Jayawardhana

Empat putri Kartanegara, semua istri sang Prabu

Tribhuwana, Mahadewi, Jayendradewi (Prajnya Paramita)

dan Dyah Dewi Gayatri (Rajapatni), ibunda Tribhuwanatunggadewi

Istri kelima sang Prabu, Dara Petak Dyah Indreswari

yang datang dari Dharmasraya, beliaulah ibunda Jayanegara

 

Bait 15

Semangkatnya Kertarajasa, naik takhta Jayanegara

masa pemerintahannya amat penuh oleh kesedihan

dan pertumpahan darah

Sang Prabupun wafat pada tahun 1328

ditikam pisau tabib Tanca

Pada masa itulah Gajah mada, anak desa

menanjak lekas, karena jasanya pada Sri Jayanegara

 

Bait 16

Bulan Badhra çaka 1251 (1329), Tribhuwanatunggadewi

naik ke atas singgasana Majapahit, gelar sang ratu

Tribhuwanatunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani

masa pemerintahannya negeri aman sentosa

dan sesudah gempa bumi di Pabanyu pindah

pada tahun kelahiran Hayam Wuruk, tahun 1334

Gajah Mada menjadi Patih Mangkubumi

kala itu diujarkannya Sumpah Palapa, persatuan Nusantara

Jika telah berhasil tundukkan Nusantara saya

Baru akan beristirahat. Jika Gurun, seram,

Tanjung Pura, Haru, Dompo, pahang, Bali, Sunda,

Palembang, Tumasik telah tunduk, saya

Baru akan beristirahat.

Tahun itu juga, balatentara majapahit dipersiapkan

tuk menyatukan kepulauan Nusantara

dibantu oleh Laksamana Nala, Adityawarman dan para mentri

dua puluh tiga tahun lamanya Gajah Mada juangkan impiannya

[Back]

 

Bait 17

Tahun 1350 menjadi bikhu sang ibunda ratu

dan dinobatkanlah Hayam wuruk, dengan gelar

Dyah Hayam Wuruk Sri Rajasanegara

Masa itulah jaman keagungan bangsa

Nusantara bersatu, keadaan aman tentram

Terdapat pula kitab undang-undang Kutara Manawa

yang ciptakan masyarakat adil di majapahit

Sang Prabu, Apatih Mangkubumi, Para Mentri serta

Dharmajaksa ring Kasyawan dan Dharmajaksa ring Kasogatan

dijunjung diluhurkan di pelosok negeri

Namun pada tahun 1357 terjadi peristiwa nista

Namanya perang Bubat

 

Bait 18

Di tanah Pasundan bertakhta Prabu Maharaja

Putrinya Dyah Pitaloka amat rupawan tiada tara

kebanggaan istana, kemuliaan Galuh pakuan

karena lamaran Dyah Hayam Wuruk, berangkat Sang Prabu

sertai putrinya ke Majapahit

diiring ratusan ksatria Sunda yang gagah dan cakap berperang

Di sana tinggal mereka di lapangan Bubat

tuk nantikan pinangan sang Prabu Hayam Wuruk

Namun Gajah Mada inginkan raja Sunda sembahkan putrinya

Sebagai tanda bakti dan laku setia

Amat marah terhina para ksatria Sunda

ditolak permintaan, dilayani ksatria Majapahit

hingga semua orang Sunda gugur, di tanah lapang Bubat

 

Bait 19

Sesudah peristiwa Bubat yang amat hina itu

berhentilah perang perluasan wilayah

Masa bahagia negeri majapahit berlangsung

disertai dengan pembangunan candi-candi,

dan pengembangan seni budaya

utusan para raja di Nusantara, menghadap Sang Prabu membawa upeti

Para dutapun datang berkunjung, dari negeri-negeri sahabat

Sri langka, Campa dan Ayodhya

Pada tahun 1365 Prapanca menulis kitab Desawarnana,

yaitu Negarakertagama

tentang perjalanan sang Prabu meninjau negeri

dan sejarah agung para leluhurnya

Mahapatih Gajah Mada, kebanggaan negeri Majapahit,

wafat  pada tahun 1364

menangis sang Prabu dan keluarganya,

terharu sedih seisi negeri

tak diangkat mahapatih baru untuk mengganti

tak ada yang cakap, yang perwira bagai dia

 

Bait 20

Dyah Hayam Wuruk wafat pada tahun 1389

dan naiklah Wikramawardhana ke atas takhta

ialah putra ibunda Bhre Pajang, cucu Tribhuwana Tunggadewi

dan menantu Dyah Hayam wuruk

setelah masa pemerintahannya, istrinya,

Kusumawardhani berganti memerintah

Kemudian pada tahun 1429 Suhita menjadi ratu

dialah putri Kusumawardhani dan Wikramawardhana

Kertawijaya, putra Wikramawardhana dari selirnya

Naik takhta pada tahun 1446

dan memerintah selama lima belas tahun

kemudian kekuasaannya berpindahlah

pada Wangsa Girindrawardhana

[Back]

 

Bait 21

Dyah Wijayakarana, raja pertama wangsa baru

dinobatkan pada tahun 1451

dua tahun lamanya sang Prabu memerintah

Lalu berkuasa di Majapahit selama 15 tahun

raja-raja yang bukan berasal dari Girindrawardhanawangsa

Tahun 1468, naik ke atas takhta cucunda

Dyah Wijayakarana, bernama Singawardhana Dyah Wijayakusuma

Pamanda Dyah Wijayakusuma, Bhre Kertabumi namanya,

menjadi raja pada tahun 1474

dan empat tahun sang Prabu memerintah

Tahun 1486 raja Majapahit terakhir dinobatkan

namanya Prabu Nata Dyah Ranawijaya, putra Singawardhana

Dyah Wijayakusuma; setelah berhasil merebut mahkota

dari Bhre Kertabhumi

Pada tahun 1527 Sang Prabu gugur,

bersama hancurnya Majapahit

Karena serangan Raden Patah dari Demak

Menjelang kebinasaan Majapahit, yang telah rapuh

oleh perebutan kekuasaan dan iri hati

masih tampil karya agung budaya luhur

berujud kitab-kitab Arjunawijaya, Sutasoma, Purusadasanta

yang ditulis Mpu Tantular

serta Wretta Sancarya dan Siwaratrikalpa

buah pikiran Mpu Tanakung

 

Bait 22

Raden Patahlah raja Islam pertama di Jawadwipa

putra Bhre Kertabhumi dari istrinya putri Cina

di Palembang ia dibesarkan, di tempat Arya Damar, ayah tirinya

berlayarlah ia ke Jawa setelah dewasa, dan di sana dipeluknya

agama Islam yang baru tiba

Ditegakkannya panji-panji baru di demak,

atas bimbingan para wali

dan setelah kejatuhan Majapahit, disebarkannya

ajaran Sang Rasul Di Jawadwipa

Kini suara azan terdengar pada pagi dan senja hari

bukan lagi dengung mantra para pedanda

demikian Demak berdiri, pewaris tunggal Majapahit

 

Bait 23

Kini dengarlah sejarah para raja Sunda

yang memerintah di Jawadwipa sebelah Barat

Setelah Prabu Maharaja gugur di medan laga Bubat

bersama dengan Dyah Pitaloka yang rupawan

dan para ksatria Sunda pada tahun 1357

Pada tahun 1371, setelah masa perwalian Hyang Bumi Sora,

dinobatkan Prabu Niskala Wastu Kancana

yang dalam usia muda memerintah di Galuh Pakuan

Ialah raja yang berbajik, setia dan taat pada hukum Manu

apabila tak hadir di kraton Surawisesa,

beliau pergi untuk laku tapa brata

rakyat bahagia tentram, lumbung desa penuh padi

104 tahun lamanya Sang Prabu berkuasa

lalu wafat ia di Nusalarang, di telaga Panjalu,

di bilangan Kawali Galuh

Sang Prabu diganti putranya Rahiyang Dewa Niskala

yang memerintah selama 7 tahun dan berpulang di Gunatiga

Pada tahun 1482 naik takhta Prabu Ratu Purana

Setelah diwastu bernama Prabu Guru Dewataprana

[Back]

 

Bait 24

Raja yang agung, perkasa dan termashur

dipindahnya ibukota ke Pakuan Pajajaran

pusat negeri yang diapit sungai-sungai Ciliwung dan Cisadane

dengan dermaga pelabuhannya

Kapal-kapal dagang masuk dari Sunda Kelapa,

Tangerang dan Merunda

berlayar masuk hingga Pakuan Pajajaran

lewat jalan darat para pedagang tiba; dari pelabuhan-pelabuhan

Banten, Krawang dan Pontang

Jalan-jalan gerobak lalu lintasi pedalaman pulau, dan

Sebuah jalan raya yang amat panjang terdapat;

Bermula di pakuan Pajajaran, melalui Cileungsi,

Warunggede, Tanjung Pura, Krawang, Cikao,

Purwakarta, Segalaherang, lalu liwati

Sumedang, Tomo, Sindangkasih, Raja Galuh,

Talaga, Kawali hingga ke pusat Galuh Pakuan

Amatlah berkuasa sang Prabu

dari Ujung Kulon hingga Pasir Luhur

namanya dipuja dan disanjung hormat

 

Bait 25

Prabu Ratu Purana diwastu lagi dan bergelar

Sri Baduga Maharaja, Ratu raja di Pakuan Pajajaran

Dibangun atas perintahnya, sebuah istana megah dan indah

penuh ukiran dan hiasan, pantas bagi Maharaja Sunda

Di sanalah, di Kraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati,

raja mulia bersemayam

dari jauh diterimanya upeti persembahan

tanda setia para raja Pasundan

Dipelbagai tempat asrama suci pandita didirikan

Di atas tanah hadiah Sri Baginda

Dibuat pula sebuah danau, bernama

Sang Hyang Talagarena Mahawijaya

yang airnya mengalir suburkan sawah penduduk

di telaga itu para putri bersuka ria di atas perahu

seraya mendengar cicit nyanyian burung

dan menatap keindahan taman Milakancana

dan Samida, hutan ciptaan Baginda

Bukankah terdengar pula pada nyanyian Juru pantun

Cipatahunan atau Sipatahunan

yang ada di talaga Rena Mahawijaya

yang sekarang hanya tinggal bekasnya

ujung hulunya pada Bantar Peuteuy

ujung kakinya pada Babakan Pilar

Di ketinggian ujung hulu telaga, tak jauh dari kraton Sang Prabu

berdiri punden keramat, tempat upacara Kuwerabakti

sekali dalam setahun di sana para raja Sunda berkumpul

iringi para pandita memohon berkah kesuburan tanah

 

Bait 26

Tinggi nian budaya rakyat Sunda di masa itu

Jadi kekaguman orang di masa kini

Seperti yang tertulis dalam kitab Siksa Kanda Karesian

yang disusun tahun 1518

banyak pengetahuan dipelajari,

jadi pembimbing seluruh negeri

ilmu pemerintahan, ilmu perang, ilmu agama dan sanditapa;

ilmu bahasa-bahasa, batik, tarian dan pewayangan;

dan ilmu pelayaran dipelajari pula

Sungguh gemilang Pajajaran, kebanggaan seluruh Nusantara

 

Bait 27

39 tahun lamanya Ratu Purana memerintah

dan pada tahun 1521 dinobatkan putranya, Prabu Surawisesa

Masa pemerintahan Sang Prabu ialah 14 tahun

lalu diganti Prabu Ratu Dewata tahun 1535

Dialah yang mendirikan prasasti Batutulis

di samping Sang Hyang Lingga pada tahun  Saka

Panca Pandawa Ngemban Bumi

tuk memuliakan kakeknya yang agung

Ratu Purana, atau Prabu Siliwangi

Kala itu Islam telah masuk ke tanah Pasundan

dan akhir kejayaan Pajajaranpun telah nampak

22 Juni 1527, Saka 1449 Falatehan, panglima raja Demak,

menaklukan pelabuhan Sunda Kelapa

yang berganti nama menjadi Jayakarta

 

Bait 28

Tahun 1543 dinobatkanlah putra Ratu Dewata

namanya Sang Ratu Saksi, dan 8 tahun ia memerintah

hingga saat putranya, Prabu Ratu Carita, menjadi raja

dalam tahun 1551

Tahun 1567 naiklah Nu Siya Mulya ke Singgasana

tuk memerintah negeri yang kejayaannya telah lama pudar

tak sanggup liwati pergantian masa, tak kuat hadapi lawannya

Nu Siya Mulya disebut pula Prabu Seda

karena ia gugur dalam pertempuran di tahun1579

sewaktu balatentara Pangeran Yusuf dari banten

menyerbu dalam peristiwa burakna Pajajaran

Porak poranda seisi negeri, musnah sudah keagungan

Watu Gigilang, Warisan Karuhun, tempat penobatan raja

dibawa pergi ke tanah Banten

Tamat sudah sejarah kerajaan Pakuan Pajajaran

Namun, tak dilupakan orang jaman keemasan

Seperti masih disebut dalam pantun Bogor, Kujang di Hanjuang Siang:

Masih mending Jaman Pajajaran

ketika masih ada Kuwerabakti

ketika guru bumi dipuja-puja

ketika lumbung umum isinya melimpah

tiada tani perlu ngijon, tiada tani gadaikan pekarangan

tiada tani mati karena kesal

tiada tani mati karena lapar

 

Bait 29

Bantenlah pewaris kekuasaan di Pasundan

dan beberapa waktu namanya tersohor di Jawadwipa

banyak pula raja muslimnya yang termashur

yang namanya terpatri dalam ingatan bangsanya

Sultan Hasanudin yang gagah perkasa

berwibawa dan dijunjung tinggi

Sultan Ageng yang tegas tak kenal takut

berani menantang keangkuhan bangsa Belanda

di Batavia

Tapi pada akhirnya, kalahlah Banten bersama

Kesultanan Cirebon

Karena muslihat dan peperangan,

dengan bangsa penjajah itu

 

Bait 30

Adapun bangsa Belanda, pertama datang untuk berdagang

namun perlahan-lahan, ditegakkannya kuasa

di Jawadwipa, dan seluruh Nusantara

Tanggal 30 Mei 1619, Saka 1541, Jayakarta jatuh

ke tangan Yan Pieterzen Coen

dan Juni tanggal 22 tahun 1621, Saka 1543

diberi nama Batavia, pada kota pelabuhan itu

Jaman para raja agung telah hampir selesai

Kejayaan dan kemuliaan Jawadwipa, perlahan

meredup, untuk akhirnya padam selama masa penjajahan

Namun, sebelum keagungan, keindahan dan keperkasaan

jiwa kebangsaan berangkat tidur

masih berdiri sebuah kerajaan tersohor

namanya Mataram

[Back]

 

Bait 31

Seperti telah disebutkan dalam kata-kata yang terdahulu

tentang berdirinya kesultanan Demak

yang bangkit penuh pesona di atas reruntuhan Majapahit

dan memulai babak baru dengan ajaran baru

Kekuasaan inilah yang selama beberapa masa

dipertuan di Jawadwipa, berpengaruh di Nusantara

Dari pelabuhannya armada andalan negeri

berlayar perangi perompak dan amankan laut

Adipati Unus, putra Raden Patah

adalah laksamana Demak yang tangkas dan ternama

lalu Raden Trenggana, raja yang cakap, memerintah

bijaksana beroleh wahyu hidayat

walaupun tak lama masa jaya Demak

namanya bangkitkan juga semangat kepahlawanan

Kemudian kalahlah Demak oleh Pajang

Kesultanan baru yang muncul sesudahnya

Memerintah di pajang Sultan Adiwijaya

Dari tahun 1550 hingga 1582

Dialah yang anugerahkan daerah Mataram untuk diperintah

Pada Ki Gede Pemanahan panglimanya

Adapun Mataram di bagian tengah Jawadwipa

meliputi Surakarta, Kalasan, Klaten, Yogyakarta,

Kota Gede, Bantul, Imogiri, Sleman, hingga ke pantai selatan

Di sana, tempat raja-raja agung di masa Hindu yang telah silam

kini bangkit kuasa tak tertandingi

yang namanya getarkan kalbu Nusantara

 

Bait 32

Putra Ki Gede Pemanahan, Sutowijoyo

yang bergelar Pangeran Ngabehi Lor Ing Pasar

lalu menggantikan ayahandanya, memerintah negeri Mataram

diteguhkannya kekuasaan, dikalahkan para lawannya

dikibarkannya panji Mataram, diangkatnya senjata melawan Pajang

semangkatnya Sultan Adiwijaya, di tahun 1582

naik takhta Sutowijoyo dengan gelar

Panembahan Senopati Ing Ngalaga

Dari Kuto Gede, ibukota negeri

barisan-barisan Mataram menyerbu para adipati merdeka

di sekitar pantai Utara dan Surabaya

nama Sang Prabu disegani di seluruh pulau

dihormati hingga sejauh Cirebon

Kemudian mnagkatlah ia ditahun 1601

dan dimakamkan di Kuto Gede

 

 

Bait 33

Berganti memerintah Mas Jolang, Putra Sang Prabu

dengan gelar Sunan Hadi Prabu Anyakrawati

selama 12 tahun ia memerintah, lalu wafat di desa Krapyak

kabarnya terbunuh oleh pengkhianatan

ketika sedang memimpin pasukannya

untuk menyerbu dan menundukkan pantai Utara

Ia dimakamkan di Kuto Gede, di dekat makam ayahandanya

[Back]

 

Bait 34

Putra Panembahan Seda Krapyak, dinobatkan tahun 1613

namanya Sultan Agung Prabu Anyokrokusumo

Dialah raja Mataram yang termashur

pada masanya Sabda Pandita Ratu

sesungguhnya dijunjung, diabaikan dan diamalkan

Sang Prabu semulia Airlangga dan Hayam Wuruk

Gagah berani bagai Wijaya Kertarajasa

cakapnyapun seperti mahapatih Gajah Mada

 sebagai raja Sultan Agung adil dan jujur

cita-citanyapun suci, ingin satukan Nusantara

Tahun 1624 tentara Mataram tundukkan Madura

dan pada Sang Prabu, Panembahan Cakraningrat

berikan janji setia

Lalu Adipati Pekik di Surabaya menyerah pula

setelah bertempur berani dan dikepung berbulan-bulan

iapun diampuni oleh kebesaran hati Sang Prabu

malah dinikahkan dengan adinda raja agung

Kemudian Sang prabu kirimkan pasukannya

ke Sukadana di Kalimantan Barat

hingga negeri itupun tunduk padanya

Ketika Sang Prabu sentuhkan kuasanya ke tanah Banten

kuatirlah bangsa Belanda di Batavia

dan mereka coba halang niat Mataram

Pada tahun 1628 dan 1629

balatentara Mataram bertempur di Batavia

untuk habisi kuasa asing di Jawadwipa

Ratusan adipati dan tumenggung berangkat

diiring ribuan prajurit, berbaris gegap gempita

Para adipati di tanah Pasundan turut berperang

dan lumbung-lumbung padi di Krawang disiapkan

untuk masa perang yang panjang

Lasykar tumenggung Bahusasra, mendarat beramai di Merunda

pasukan Adipati Ukur menggempur, pintu benteng Batavia

Berbulan bangsa asing terkepung, hampir binasa seisi Batavia

Namun armada Belanda datang membantu dari Maluku

dan pengkhianat membakar lumbung-lumbung padi

hingga terpukullah tentara Mataram

dalam pertempuran dan oleh kelaparan

Akhirnya mundurlah barisan Mataram, dengan kecewa

karena gagal penuhi amanat Sang Prabu

Akan tetapi telah ditunjukkan pada penjajah

Keampuhan bangsa dan keberanian ksatria-ksatria Nusantara

Dalam perang penaklukan terakhir di tahun 1639

tunduklah Blambangan di Timur Jawadwipa

Besarlah kuasa Mataram yang meliputi seluruh Jawadwipa,

kecuali Banten dan Batavia

pengaruhnyapun terasa, sejauh Palembang, Jambi dan Banjarmasin

 

Bait 35

Sultan Agung negarawan yang bijaksana pula

karena padat sudah tanah Mataram

dipindahkannya sebagian penduduk ke Krawang

Ia juga seorang sastrawan dan pujangga agung

yang menuliskan kitab Sastra Gending

Ditunjukkannya ajaran nabi Muhammad

dalam wadah budaya Jawa, nan tua dan indah

Penanggalan tarikh Saka, disesuaikan dengan tahun        Hijriah

Hari Raya Garebekpun dirubah maknanya,

menjadi Garebek Puasa dan Garebek Maulud

Pantaslah dikenang kejayaan Sultan Agung

raja, pujangga dan putra Nusantara sejati

Tahun 1645 Sultan Agung yang mulia wafat

di Imogiri, pemakaman para raja, ia dimakamkan

 

Bait 36

Tahun 1645 naiklah ke atas takhta

putra  Sultan agung, Sunan Amangkurat I

dari Kartasura ia memerintah Jawadwipa

dengan keras hati dan sifat yang kejam

dimusnahkannya para bangsawan yang membangkang

dibinasakannya kaum ulama yang menentang

Maka meletus perlawanan di tahun 1674

dipimpin oleh Trunojoyo dan Adipati Anom, putra mahkota

dengan dukungan para bangsawan dan kaum ulama

prajurit Sang Prabu dikalahkan dan akhirnya kratonpun diserbu

Sunan Amangkurat I lari ke arah Barat

Kini Adipati Anom menyesal, lalu berbalik menyusul ayahandanya

Di Tegal arum, pada tahun 1677, wafatlah Sang prabu

Dan di sanalah ia dimakamkan

 

Bait 37

Atas dukungan tentara Belanda, naiklah Adipati anom ke atas takhta

di Surakarta ia memerintah, dengan gelar Sunan Amangkurat II

Kini kekuasaan Belanda telah merasuk Jawadwipa

Yang telah sirna jayanya dan hilang keagungannya

Berdiri pula loji Belanda di Surakarta

untuk awasi setiap langkah Sang Prabu

Pada masa itulah budak dari Bali Untung Surapati

lari ke arah Timur dari Batavia, dengan pengiring-pengiringnya

Di Surakarta digemparkannya seisi negeri

ketika ia berlaga dengan tentara Belanda

lalu didirikannya kerajaan di Pasuruan

yang musnah bersamanya, dalam dentuman meriam

bedil tentara penjajah

Kerajaan Matarampun akhirnya pecah jadi empat

karena muslihat dan hasutan Belanda, yang panaskan

persengketaan keluarga

Setelah perjanjian Giyanti di tahun 1755

di Yogyakarta Hadiningrat, Mataram sebelah Barat

memerintah Sultan Hamengkubuwono I

sedang di Surakarta, tetap memerintah Susuhunan Pakubuwono

Pada perjanjian Salatiga didirikan di Surakarta

daerah merdeka, di bawah Raden Mas Said, yang bergelar Mangkunegoro I

Kemudian berdiri pula kala Sir Stamford Raffles berkuasa di Nusantara

daerah merdeka di Yogyakarta, di bawah pangeran Notokusumo,

yang bergelar Sri Paku Alam I

Kini selesailah babak Mataram, sirna ditelan jaman penjajahan

[Back]

 

Bait 38

Dalam abad Masehi ke 19

hidup di Yogyakarta Hadiningrat, pangeran Diponegoro

Dialah putra sulung raja Hamengkubuwono III

yang gagah berani dan taat beragama

Dengan muak dipandangnya seisi kraton

mengikuti kemauan penjajah Belanda

Bermusuhan ia dengan Adipati Danurejo

dan para pejabat bangsa Belanda

Karena hinaan bangsa penjajah, geramlah Diponegoro

Pada tahun 1825 diangkatnya senjata

melawan tentara Belanda, hadapi lasykar Danurejo

Lima tahun Jawadwipa dilanda perang

dan darah tertumpah di bumi tercinta

Kyai Maja, Sentot Alibasyah dan banyak lagi

sertai Sang Pangeran mempimpin rakyat perangi lawan

Tapi, pada tahun 1830, dengan dalih mengajak berunding

Penjajah yang licik tangkap Diponegoro

Ke Menado ia dan keluarganya, diiring para pengikut diasingkan

Kemudian Belanda memindahkannya ke Makassar

dan di sanalah ia, pahlawan Nusantara, wafat

[Back]

 

Bait 39

Di malam terang bulan, kala tak sejengkal awanpun

bawakan curahan hujan

berkumpul putra-putra tanah ini; di halaman kraton

di depan rumah pak lurah atau di pesta perkawinan

Menyaksikan bayang-bayang dibalik layar putih, yang

samar-samar diterangi lampu blencong dan sinar purnama

bayang-bayang wayang kulit

yang dihidupkan Ki Dalang

bawakan kisah cerita Mahabarata

Kelima Pandawa pembela kebenaran, berperang

musnahkan kaum Kurawa dan para raksasa

keempat tokoh dari Karang Tumaritis,

hibur para penonton

dengan kata-kata jenaka dan gelak tawa

Nasihat-nasihat bertuah suci dari leluhur,

tiba di hati penggemar wayang

diiring bunyi merdu gamelan, nan ramaikan malam

indah di bumi Jawa

Terbit pula kekaguman akan masa lalu, tatkala, mereka saksikan

gemulai lembut penari-penari Serimpi dan Bedoyo

Tidak, jiwa bangsa tidak mati dalam alam penjajahan

di suatu hari kelak rasa kebanggaan dan cinta tanah air

akan merdekakan negeri terkasih.

Jakarta, 1987

[Back]

 

 

[Ben Poetica] - [Karya Carita]

 


 

 Copyright©soneta.org 2004  
 For problems or questions regarding this web contact
[admin@soneta.org] 
Last updated: 04/06/2015